Berita  

Konflik agraria dan perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan tanah

Tanah Adat, Jantung Kehidupan: Melawan Gelombang Perampasan

Di tengah gemuruh pembangunan dan investasi, sebuah drama sunyi namun vital terus berlangsung di pelosok negeri: konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat. Tanah, bagi mereka, bukan sekadar komoditas, melainkan jantung kehidupan, identitas, dan warisan leluhur yang tak ternilai.

Akar Konflik:
Konflik agraria seringkali bermula dari tumpang tindihnya klaim wilayah adat dengan izin konsesi perusahaan (perkebunan, pertambangan, kehutanan) atau proyek infrastruktur skala besar. Ketidakjelasan status hukum wilayah adat, serta minimnya pengakuan dari negara, membuka celah bagi perampasan lahan secara masif. Dalih pembangunan seringkali menyingkirkan hak-hak komunal yang telah dipegang turun-temurun.

Perjuangan Tanpa Henti:
Masyarakat adat, dengan segala keterbatasan, tak pernah menyerah. Mereka berjuang mati-matian, seringkali menghadapi kriminalisasi, intimidasi, bahkan kekerasan. Bentuk perjuangan mereka beragam: dari aksi damai di lapangan, pemetaan partisipatif wilayah adat, advokasi hukum di pengadilan, hingga membangun jaringan solidaritas nasional dan internasional. Mereka membela bukan hanya sebidang tanah, melainkan kearifan lokal, budaya, dan keberlanjutan lingkungan yang terancam.

Urgensi Pengakuan:
Perjuangan masyarakat adat adalah cerminan dari ketidakadilan agraria yang mendalam. Mengakui dan melindungi hak-hak mereka atas tanah adat bukan hanya soal keadilan, tetapi juga kunci bagi pelestarian hutan, keanekaragaman hayati, dan pembangunan yang berkelanjutan. Tanpa pengakuan yang kuat, "jantung kehidupan" mereka akan terus terancam, dan kita semua akan kehilangan penjaga terakhir dari kekayaan alam dan budaya bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *