Gelombang Ganda: Pasang Surut Demokrasi di Negara Berkembang
Demokrasi di negara-negara berkembang seringkali menjadi arena yang penuh gejolak, bukan sekadar kisah linear kemajuan, melainkan pertarungan dinamis antara harapan dan tantangan. Tren pemilu di wilayah ini menunjukkan "gelombang ganda" yang menarik.
Di satu sisi, kita menyaksikan optimisme baru. Peningkatan partisipasi pemilih, terutama dari kaum muda dan perempuan, menunjukkan gairah politik yang meningkat. Teknologi digital, dari media sosial hingga aplikasi pemantau pemilu, memberdayakan warga untuk mengakses informasi, mengorganisir diri, dan mengawasi proses demokratis dengan lebih efektif. Tuntutan akan transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola pemerintahan yang baik semakin nyaring, mendorong reformasi di beberapa negara.
Namun, di sisi lain, gelombang kemunduran demokrasi atau ‘democratic backsliding’ juga mengkhawatirkan. Pemimpin yang cenderung otoriter kerap memanipulasi lembaga pemilu, membatasi ruang sipil, bahkan mengubah konstitusi demi memperpanjang kekuasaan. Fenomena disinformasi dan polarisasi yang diperparah oleh media sosial mengikis kepercayaan publik dan merusak integritas proses pemilu. Institusi demokrasi yang lemah, korupsi yang merajalela, serta kesenjangan ekonomi yang akut juga menjadi lahan subur bagi populisme dan ketidakstabilan.
Tren pemilu dan demokrasi di negara-negara berkembang adalah mosaik yang kompleks. Ia bukan destinasi akhir, melainkan sebuah perjalanan berkelanjutan yang menuntut kewaspadaan, partisipasi aktif masyarakat sipil, dan penguatan institusi demokrasi yang independen. Masa depan demokrasi di wilayah ini akan sangat bergantung pada kapasitas kolektif untuk menjaga nyala api harapan di tengah badai tantangan.